Pendeta Gunakan ChatGPT untuk Menulis Khotbah
Pendeta Gunakan ChatGPT untuk Menulis Khotbah – Bagaimana jika tulisan khotbah untuk para jemaat di gereja, ditulis dengan menggunakan ChatGPT? Ternyata sebagian dari pendeta telah mencoba menggunakannya.
Bagaimana pendapat mereka?
Secara umum, ChatGPT mungkin bisa menulis khotbah dengan cukup baik.
Namun disisi lain, dianggap tidak dapat meniru passion dari khotbah yang ditulis oleh para pendeta.
“Tulisannya adalah kekurangan jiwa dan saya tidak tahu bagaimana cara untuk mengatakannya,” kata Hershael York, seorang pendeta di Kentucky.
Pendeta Gunakan ChatGPT untuk Menulis Khotbah
Dilansir dari detikINET dari New York Post, khotbah di gereja biasanya dilakukan seminggu sekali sebagai salah satu inti dari ibadah.
Menurut York, pendeta yang malas mungkin akan tergoda untuk menggunakan ChatGPT, tidak terkecuali untuk yang senang khotbah dan mencintai jemaatnya.
Selain itu, seorang rabi di New York, Joshua Franklin, melakukan khotbah dengan naskah 1.000 kata yang disusun oleh ChatGPT.
Jemaat terlihat menyukainya, namun kaget setelah diberitahu bahwa naskah tersebut ditulis teknologi tersebut.
“Aku cemas ketika kalian bertepuk tangan. Kukira pengemudi truk akan bertahan lebih lama daripada rabi dalam hal kehilangan posisi kami pada kecerdasan buatan,” ujarnya.
Tapi menurutnya, AI memiliki kelemahan dimana tidak memiliki kasih sayang dan cinta, bahkan tidak bisa membangun hubungan.
“Meskipun benar, tapi ada hal yang kurang. AI tidak dapat memahami komunitas dan inklusivitas,” menurutnya. Jemaat juga setuju menanggapinya.
“ChatGPT tidak begitu buruk, saya setuju. Tapi seperti generik dan cukup menyeramkan. Saya lebih menyukai tulisan Anda”.
Tulisan tersebut datang dari manusia yang sebenarnya, dengan otak yang cerdas dan hati yang penuh dengan kasih sayang,” ujar seorang jemaat.
Selain itu, salah satu yang ikut khawatir yaitu penulis teks keagamaan seperti khotbah.
Pendeta khawatir pada kecerdasan dan kemampuan ChatGPT yang cukup tajam.
Kemudian, pendeta dari Living Table United Church of Christ di Minneapolis bernama Rachael Keefe juga menguji coba hal yang sama.
Ia mengunggah esai singkat didalam catatan Pastorial online-nya tapi sepertinya ada yang kurang.
Akhirnya, Keefe mengatakan jika tulisan tersebut merupakan hasil dari ChatGPT, bukan dari dirinya.
“Ketika fakta dalam tulisan ini benar, ada suatu hal yang menghilang,” tulisnya.
“AI tidak akan bisa memahami betapa pentingnya hal tersebut untuk menciptakan gereja,” tulisnya.
Leave a Reply