Penerapan Virtual Reality dalam Museum – Dengan sebuah program akselerator HTC, startup teknologi di Prancis bekerja sama dengan museum untuk mendukung penerapan teknologi VR di dalamnya.
Keputusan ini pernah diambil untuk menyikapi dampak pandemi tahun lalu yang menyebabkan bisnis pariwisata rugi termasuk Museum.
Berbanding terbalik, peminat teknologi VR dan AR di dunia semakin meningkat.
Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pembelian Oculus Quest 2 hingga lima kali lipat dari generasi Quest yang sebelumnya.
Dengan mengemas karya seni yang ada di museum ke dalam teknologi tersebut, tentu bisa menjadi solusi agar tempat tersebut tetap bisa akses.
Kini, Virtual Reality menjadi jembatan penghubung antara masyarakat di seluruh dunia dengan karya seni yang ada.
Dikenal dengan daya tarik karya seni dan museumnya yang sangat menarik, sehingga solusi VR di Museum dibutuhkan salah satunya di Negara Prancis.
Setelah terlepas dari pandemi tahun lalu pertama dan berusaha untuk membangun kembali semuanya seperti semua.
Hingga akhirnya muncul pertanyaan mengenai keberlangsungan jangka panjang museum dan ruang publik yang lain.
Seperti yang diketahui, bisnis pariwisata tidak dapat bertahan menghadapi pandemi berkepanjangan jika hanya menggunakan cara konvensional.
Museum dan lembaga kebudayaan memerlukan format baru untuk terus mendapat pengunjung, dan teknologi VR merupakan solusi terbaik yang bisa Anda gunakan.
Contohnya seperti yang di lakukan Museum Louvre melalui pameran virtual tour dengan tajuk Mona Lisa: Beyond the Glass.
Dimana hal tersebut memungkinkan 11 pengguna secara bersamaan untuk menyelami lukisan terkenal melalui headset Virtual Reality.
Hal ini adalah versi pameran yang bisa dinikmati orang dari mana saja dan kapan saja, baik melalui headset mereka atau melalui aplikasi seluler.
Selain pameran virtual tour museum, Museum di Prancis juga sudah menghadirkan format VR baru yang disebut virtual expeditions.
Dimana hal tersebut secara virtual bisa membawa pengunung ke situs budaya penting di seluruh dunia.
Dengan ekspedisi perdana bertajuk Khufu: A journey in Ancient Egypt.
Dimana hal tersebut dibangun berdasarkan pameran sebelumnya yang ditampilkan di Cité de l’Architecture di Paris.
Hal ini berlangsung dalam kelompok dan dirancang untuk berlangsung sekitar 40 menit, dan direncanakan akan segera dihadirkan beberapa ekspedisi yang lain.
Dengan penawaran “on-demand” terpisah yang dibuat untuk klien yang menginginkan hal ini secara imersif dan dibuat secara kustom.
Keunikan formatnya terletak pada penggunaan realitas virtual di ruang yang luas, dan kerja sama dengan pengunjung yang lain.
Salah satu kekuatan utama yaitu kemampuannya untuk mengakomodasi arus pengunjung yang besar.
Bahkan menghadirkan ilusi perjalanan melalui ruang dan waktu dalam rekonstruksi sejarah yang berkualitas tinggi.
Melalui VR, pengguna bisa mendapat sensasi kunjungan yang nyata dan bisa belajar lebih banyak dibandingkan di dunia nyata.
Untuk menerapkan hal ini, museum harus mempunyai ruang yang cukup besar untuk menampung banyak orang yang ada dari titik ke titik.
Ketika museum di seluruh dunia akan kembali ke masa tersebut, teknologi virtual seperti ini tampak berisiko, tapi hal ini bisa diterapkan secara fleksibel.
Sebagai permulaan, museum bisa menampung ruang hingga 1.000 meter persegi, jadi saat tempat diizinkan untuk dibuka kembali dengan batasan yang berlaku.
Mereka bisa menyebarkan pengunjung atau membatasi hal ini untuk orang-orang dari kelompok rumah tangga yang sama.
Bahkan tidak ada yang dapat menghentikan pameran untuk diselenggarakan di luar ruangan, seperti halaman atau area kebun.
Meski format saat ini sepenuhnya dibuat bagi pengunjung untuk berkumpul di ruang khusus bersama.
Tapi ke depannya sudah direncanakan untuk melakukan hal ini secara online yang dapat di akses dari rumah pengguna masing-masing.
Selain itu, hal ini juga tepat waktu mengingat batasan dan kekhawatiran saat ini seputar perjalanan global.
Siapa saja yang ingin berkeliling di sekitar Petra atau Colosseum.
BACA JUGA : Manfaat Virtual Tour Museum, Kepoin Yuk!
Misalnya, Anda bisa melakukannya dari dalam batas-batas museum lokal atau lokasi pengalaman lain apabila permintaan untuk liburan virtual dinilai cukup tinggi.
Liburan VR bukan konsep yang baru, tapi dengan sebagian besar dunia memasuki kembali pandemic tahun laulu.
Solusi teknologi untuk mejaga ekosistem museum masih tetap berjalan, tentu masih sangat dibutuhkan saat ini.
Menarik bukan menjelajahi museum secara virtual? Anda bisa menggunakan jasa VR museum yang ada agar bisa merasakan pengalaman menarik secara imersif.
Teknologi Canggih di GIK UGM - Inovasi teknologi kini hadir lebih dekat dengan masyarakat melalui…
Digital Fatigue: Dampak Penggunaan Teknologi - Di era digital yang serba cepat ini, teknologi telah…
Metaverse VR Karya Mahasiswa UMM - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sukses menghadirkan inovasi teknologi…
VR Stanford Kurangi Ketakutan Anak Disuntik Saat Imunisasi - Bagi banyak anak, momen disuntik bisa…
Virtual Reality Dikembangkan oleh Pupuk Kaltim untuk Tingkatkan Kompetensi Operator - PT Pupuk Kalimantan Timur…
Samsung Siapkan Mixed-Reality di 2025 - Perusahaan Korea Samsung akan kembali memasuki dunia mixed reality…